28 Januari 2020

Mengakhiri LDM


Dibalik foto berdua ke pernikahan teman ini, ada banyak cerita. Sebab percaya atau tidak, ini adalah pertama kalinya kami berdua datang ke perhelatan pernikahan bersama-sama setelah menikah lebih dari satu tahun. Umumnya, pasca menikah sepasang suami istri akan bersama-sama menyambangi pernikahan-pernikahan kawan lainnya, mengabadikan foto berdua bersama sebagai pengantin baru, dan begitulah.. ritual-ritual yang jamak dilakukan. Tapi bagi kami yang harus mengawali pernikahan dengan dipisah jarak Jogja-Serang, jangankan pergi berdua ke nikahan teman, bertemu sebulan sekali saja sudah berulangkali syukur kami panjatkan.
Saya pernah menuliskan sebuah kalimat di notes handphone dalam perjalanan menuju domisili suami, begini kira-kira kalimatnya, "Terlalu banyak air mata yang tercecer antara Jogja dan Serang, semoga jarak ini bisa kulipat dan pertemuan itu bisa terus kugandakan"
Bagi yang tidak mengalami Long Distance Married (LDM) kalimat yang saya tulis langsung di dalam bus antar provinsi itu akan terkesan berlebihan, tapi percayalah, bagi pasangan yang pernah mereguk pahit getirnya LDM, mereka akan seketika mengangguk angguk kencang.

Demikianlah, perjuangan LDM itu bagi kami berdua memang telah berakhir, patut kami syukuri dan rayakan. Tapi sekali lagi kami berdua tidak pernah tau apa yang akan terjadi di depan, adakah jalan akan kembali menemui persimpangan? Semuanya kami kembalikan pada Illahi Rabbi, sebaik-baik penentu takdir dan pemberi jalan keluar. 

10 Januari 2020

Tawakkal

Pulang ke kampung halaman suami di pesisir pantai utara jawa selalu membuahkan berbagai cerita menarik. Pulang kali ini, kami diajarkan tawakkal oleh Bapak. Sebelum mengakhiri kisahnya dengan kalimat, "Semuanya sudah ada yang ngatur", Bapak menyebutkan dua nama, misal saja si A dan si B. Keduanya adalah penjual ikan asap. Si A membakar ikan sejak sebelum maghrib hingga adzan subuh berkumandang, jadi semalam suntuk ia akan terus membakar ikan. Jika pertanyaannya kenapa harus malam-malam, sebab pagi harinya ia harus menjual ikan-ikan tersebut, waktu terbaik memasarkan dagangan. Sedangkan si B, sama-sama penjual ikan asap, tapi bekerja lebih santai, bekerjanya tidak sekeras si A, tapi ternyata justru si B lah yang lebih laris, sebelum siang hari menjelang dagangannya sudah ludes terjual, bahkan ada yang harus pay order dulu, demi tidak kehabisan ikan asap buatannya.
Begitulah. Sekali lagi mengulang kalimat Bapak, "Semuanya sudah ada yang ngatur". Iya, tentu saja tugas kita adalah berusaha, selanjutnya tawakkal, sepenuhnya, hanya kepada Allah.