19 Agustus 2019

Merawat Basa-Basi ala Orang Jawa


Lahir dan besar di Jawa, menjadikan saya akrab dengan segala bahasa, lelucon, hingga tingkah pola ala Jawa, termasuk juga sederet kalimat basa-basinya yang beragam. Ya, wajar saja karena orang Jawa lekat dengan label pekewuh alias ndak enakan. Terlalu jeru memikirkan perasaan orang lain, dan takut membuat orang lain tersinggung, menjadikan mayoritas orang Jawa lebih memilih untuk ngomong di belakang dari pada blak-blakan, lebih memilih menghaluskan kata atau eufimisme dari pada jujur apa adanya. Ya itu bukan kekurangan atau bukan kelebihan, itu bagian dari budaya, semua suku punya budaya dan cirinya masing-masing, sekali lagi hal yang wajar.

Beberapa di antara basa-basi orang Jawa berupa sapaan untuk orang lain adalah kalimat seperti “ajenge teng pundi”, yang artinya menanyakan hendak ke mana orang yang disapa tersebut pergi. Tentu saja karena hanya berbentuk kalimat sapaan basa-basi, si penanya pun tak membutuhkan jawaban yang sungguh-sungguh, sehingga yang ditanya juga kerap kali menjawab ala kadarnya seperti “niki ajenge teng ngajeng”, maknanya menunjukkan bahwa pihak yang ditanya akan pergi ke depan (ngajeng), misalnya di depan ada pasar, ada toko, atau ada apapun, tanpa menjelaskan ke mana tujuan spesifiknya.
Selain menanyakan hendak ke mana, basa-basi Jawa yang lebih basa-basi lagi adalah menawarkan kepada orang yang ditemui di depan rumah untuk mempir sebentar. Biasanya, saat sedang menyapu di depan rumah, saat baru masuk rumah, memberi makan ayam, atau main PUBG di teras hehehe becanda, si pemilik rumah yang bertemu orang lain akan menyapa dengan kata“monggo pinarak”, yang artinya “silahkan mampir”. Sekali lagi jangan dianggap terlalu serius, ini hanya basa-basi. Bukan berarti pemilik rumah benar-benar ingin menawari Anda masuk rumahnya, dan jika Anda menolak maka dia akan kecewa, tidak, tidak serumit itu. Mempersilahkan orang mampir ke rumah lebih kepada menunjukkan sikap sopan, dan menunjukkan bahwa rumahnya terbuka untuk Anda, Anda dan dia dalam hubungan yang baik-baik, saling menghormati, dan sopan.

Beranjak dari basa-basi kejawen, orang-orang masa kini juga masih merawat budaya basa basi. Tapi saya rasa ada yang berbeda, entah sedikit atau justru banyak, orang-orang jaman now lebih ke arah julid dari pada basa-basi yang sopan. Misalnya, setelah sekian lama tidak bertemu dengan teman semasa SD, orang tidak lagi memilih kata “apa kabar?” tapi justru “kapan nikah?”. Pasti generasi 90-an yang sekarang jadi paling anti dengan pertanyaan ini haha. Kapan nikah menjadi pertanyaan basa-basi yang mulai menggantikan posisi apa kabar, lalu bagaimana dengan basa basi dengan kata “gendutan ya” “kurusan ya” “kok sekarang jerawatan”, di mana letak posisinya, menggantikan posisi siapa dia. Sepertinya basa-basi sudah semakin bergeser menjadi kepo bahkan lebih-lebih nyinyir.
Sudah semestinya kita kembali lagi ke akar dari basa-basi, yakni ya sekedar basa-basi, tanpa perlu julid.