3 Januari 2019

Nirwana Happy dan Gegar Budaya 6 Tahunan


Nama ini sih bagus ya, ada kandungan surgawi nya begitu. Nama lengkap gadis berusia hampir seperempat abad ini aslinya memang Nirwana Happy... kira-kira jika diterjemahkan dalam bahasa yang mudah dipahami adalah: Kebahagiaan Surga, atau mungkin Perempuan yang akan berbahagia di surganya Allah. Amin.. mungkin begitu kira-kira.

Tapi kali ini yang menarik perhatian ku bukan lagi namanya, sebab aku mengenalnya sudah terlampau lama. Ya..., kira-kira enam tahun lalu, pertama kali di bangku S1 Universitas Brawijaya. Dan itu artinya, sudah enam tahun pula Hepay (panggilan sayangku padanya haha) menginjakkan kaki di tanah Jawa, khususnya Kota Malang. Tapi rupanya, lebih dari setengah dekade merantau tak lantas menjadikan Hepay sepenuhnya paham dengan budaya di Malang. Ya, kita mengenalnya dengan gegar budaya atau culture shock, istilah psikologis ketika seseorang berada dalam kondisi lingkungan sosial budaya yang berbeda. 
Buktinya, meskipun sudah enam tahun tinggal di Malang, Hepay masih dengan muka heran mengerutkan dahinya memandangi handphone, lalu bertanya padaku

“Kok bisa ya orang ini berpendidikan lho.. kok misuh (berkata kotor) gini ya?”.

“Apa sih, Pay?” tanyaku yang jadi ingin tahu.

“Ini lho Mid, masa orang ini bilang ‘jan.. kok’, nah ‘jan’ itu kan artinya ngomong kotor”

Rupa-rupanya ‘jan’ dalam benak Hepay memiliki arti yang sama dengan (maaf) jancok, yang memang adalah kata kasar dalam bahasa Jawa.

“Aduh Pay.. bukan.. ‘jan’ itu bukan itu artinya” aku sontak tertawa, diiringi Hepay yang masih bingung penuh rasa ingin tahu.

Makna ‘jan’ dalam bahasa Jawa jelas berbeda dengan kata-kata kotor khas Jawa Timur atau bahkan khas Malangan Suroboyoan itu. Karena ‘jan’ di sini bahkan nyaris tidak memiliki makna karena sulit diartikan, itu hanya sekedar penekanan dan ungkapan, bahwa orang yang tengah mengatakan hal tersebut sedang geram, gemas, atau yang sejenisnya. Maka ketika ada orang Jawa Timuran berkata “Arek iki ancene jan....” itu bukan berarti orang tersebut hendak mengumpati rekannya, tapi itu senada dengan kata “Anak ini emang ya.... huh” sambil dengan nada gemas atau geram.
Mendengar penjelasanku tersebut Hepay manggut-manggut dan segera mengakhiri prasangka nya pada orang yang dikira sedang berkata kotor dengan kata-kata ‘jan’ hahaha. 

Budaya memang lahir dari peradaban panjang masyarakat di masa lampau dan terus tumbuh, sehingga untuk mempelajari dan memahaminya tentu membutuhkan waktu yang tidak singkat. Selamat bergegar-gegar ria kawan di mana pun kita berada. Selama kita masih merasakan gegar budaya, artinya kita masih terus bergerak, terus menjelajah dari satu kota ke kota lainnya, dan dari satu negeri ke negeri seberangnya, maka selamat menemukan keberagaman!


Yk, 3 Januari 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana menurut anda? What do you think?