Lahir dan besar di Jawa, menjadikan
saya akrab dengan segala bahasa, lelucon, hingga tingkah pola ala Jawa,
termasuk juga sederet kalimat basa-basinya yang beragam. Ya, wajar saja karena
orang Jawa lekat dengan label pekewuh alias ndak enakan. Terlalu jeru
memikirkan perasaan orang lain, dan takut membuat orang lain tersinggung,
menjadikan mayoritas orang Jawa lebih memilih untuk ngomong di belakang dari
pada blak-blakan, lebih memilih menghaluskan kata atau eufimisme dari pada
jujur apa adanya. Ya itu bukan kekurangan atau bukan kelebihan, itu bagian dari
budaya, semua suku punya budaya dan cirinya masing-masing, sekali lagi hal yang
wajar.
Beberapa di antara basa-basi orang
Jawa berupa sapaan untuk orang lain adalah kalimat seperti “ajenge teng
pundi”, yang artinya menanyakan hendak ke mana orang yang disapa tersebut
pergi. Tentu saja karena hanya berbentuk kalimat sapaan basa-basi, si penanya
pun tak membutuhkan jawaban yang sungguh-sungguh, sehingga yang ditanya juga
kerap kali menjawab ala kadarnya seperti “niki ajenge teng ngajeng”, maknanya
menunjukkan bahwa pihak yang ditanya akan pergi ke depan (ngajeng),
misalnya di depan ada pasar, ada toko, atau ada apapun, tanpa menjelaskan ke
mana tujuan spesifiknya.
Selain menanyakan hendak ke mana,
basa-basi Jawa yang lebih basa-basi lagi adalah menawarkan kepada orang yang
ditemui di depan rumah untuk mempir sebentar. Biasanya, saat sedang menyapu di
depan rumah, saat baru masuk rumah, memberi makan ayam, atau main PUBG di teras
hehehe becanda, si pemilik rumah yang bertemu orang lain akan menyapa dengan
kata“monggo pinarak”, yang artinya “silahkan mampir”. Sekali lagi jangan
dianggap terlalu serius, ini hanya basa-basi. Bukan berarti pemilik rumah
benar-benar ingin menawari Anda masuk rumahnya, dan jika Anda menolak maka dia
akan kecewa, tidak, tidak serumit itu. Mempersilahkan orang mampir ke rumah
lebih kepada menunjukkan sikap sopan, dan menunjukkan bahwa rumahnya terbuka
untuk Anda, Anda dan dia dalam hubungan yang baik-baik, saling menghormati, dan
sopan.
Beranjak dari basa-basi kejawen,
orang-orang masa kini juga masih merawat budaya basa basi. Tapi saya rasa ada
yang berbeda, entah sedikit atau justru banyak, orang-orang jaman now lebih ke
arah julid dari pada basa-basi yang sopan. Misalnya, setelah sekian lama tidak
bertemu dengan teman semasa SD, orang tidak lagi memilih kata “apa kabar?” tapi
justru “kapan nikah?”. Pasti generasi 90-an yang sekarang jadi paling anti
dengan pertanyaan ini haha. Kapan nikah menjadi pertanyaan basa-basi yang mulai
menggantikan posisi apa kabar, lalu bagaimana dengan basa basi dengan kata
“gendutan ya” “kurusan ya” “kok sekarang jerawatan”, di mana letak posisinya,
menggantikan posisi siapa dia. Sepertinya basa-basi sudah semakin bergeser
menjadi kepo bahkan lebih-lebih nyinyir.
Sudah semestinya kita kembali lagi
ke akar dari basa-basi, yakni ya sekedar basa-basi, tanpa perlu julid.