TYLENOL TALE
Kasus ini mengungkapkan adanya sebuah krisis yang justru membuat
publik makin simpati. Hal ini dilakukan Johnson & Johnson melalui
penyelidikan sebab keracunan Tylenol.
Urutan peristiwa:
1.
September
1982: Tablet Tylenol menaikkan penjualan terhadap konsumen dewasa
sebanyak 35% di Amerika Serikat.
2.
(1
hari kemudian) September 1982: Terjadi
kematian di daerah Chicago (3 korban)
3.
Berawal
dari meninggalnya 3 orang, muncul berita-berita korban jiwa lainnya yang jika
ditotal sebanyak 250 kematian.
4.
Johnson
& Johnson menguji 8 juta tablet Tylenol. Hasilnya menunjukkan bahwa kurang
dari 75 tablet telah terkontaminasi, dan semuanya ada di daerah Chicago.
6.
Kunci
keberhasilan kasus penanganan kasus Tylenol ini adalah: Perusahaan menyiapkan skenario terburuk (worst cases / possible
scenario), dan kemungkinan terburuk itu adalah –hilangnya kepercayaan
publik–. Namun dalam hal ini, kepercayaan pelanggan-lah yang telah
menyelamatkan reputasi mereka.
-
Sebagai
imbalan atas kepercayaan dari pelanggan, Johnson & Johnson menarik jutaan
botol Tylenol ekstra. Perusahaan ini dikabarkan telah menghabiskan setengah
juta dolar sebagai biaya dokter, Rumah Sakit, dan ganti rugi pada distributor.
-
Diwaktu
yang sama, Wall Street Journal menuliskan “Perusahaan lebih memilih
untuk merugi berar, daripada mengekspos publik sebagai kerugiannya”.
7.
Dengan
adanya berbagai pemberitaan media baik yang mendukung dan menyudutkan, Johnson
& Johnson tidak gentar. Bahkan, perusahaan ini tidak buru-buru mengeluarkan
produk lagi, sesaat setelah pelaku yang mengontaminasi produk mereka sudah
tertangkap.
8.
Pemerintah
Amerika Serikat, Pemerintah lokal Chicago, dan pemerintah kawasan lain
mendorong Undang-Undang baru untuk keamanan obat.
9.
Melihat
langkah pemerintah tersebut, Johnson & Johnson yang baru saja melakukan
penarik produk mampu menanggapi hal tersebut dengan baik, yakni dengan segera
membuat pengemasan anti sobek (mungkin strategi Johnson & Johnson untuk
menghindari pihak tidak bertanggung jawab yang ingin mengontaminasi produknya
seperti kemarin)
10.
Johnson
& Johnson meluncurkan produk dengan kemasan anti sobek tersebut, sehingga
mendapatkan penghargaan “Silver Anvil dari Public Relations Society of America”
atas keberhasilannya menangani krisis.
11.
Setelah
5 bulan, perusahaan telah mengembalikan 70 % dari sepertiga saham besarnya.
12.
Sejak
saat itu, perusahaan telah memposisikan diri sebagai pemenang konsumen, dengan
melakukan konsep tanggung jawab sosial dan menunjukkan keahlian komunikasi nya.
-
Johnson
& Johnson mampu mengantisipasi krisis dan pasar sahamnya kembali
Johnson & Johnson seharusnya
bisa saja tidak menarik semua produknya (hanya menarik produk-produk yang di
daerah Chicago), namun jika itu dilakukan justru penjualan Tylenol akan
mengalami kerugian lebih besar.
“Pelajaran
apa yang bisa kita dapat dari kasus tersebut?” dengan menganalisis kasusnya.
-
Mengapa kejadian diatas bisa terjadi? Apa
penyebab/pemicu kejadian tersebut?
-
Jelaskan kasus dengan membuat lifecycle
-
Apa yang perusahaan lakukan / respon terhadap
kejadian tersebut? Berdasarkan hasilnya, apakah itu respon yang tepat?
Pemicu utama kejadian tersebut adalah munculnya kematian tiga orang
di daerah Chicago, yang segera disusul dengan kematian ratusan orang lainnya,
akibat mengonsumsi Tylenol. Hal ini seperti penulis jelaskan diatas, telah
membuat publik merasa Tylenol adalah sumber utama bencana. Perusahaan Johnson
& Johnson sebagai produsen obat tersebut menjadi tersudut dengan keadaan.
Namun, penulis memprediksi bahwa perusahaan ini sudah memiliki
rencana isu dan krisis (issue and crisis plan) yang baik, sebab mereka
sadar bahwa sebagai perusahaan yang memproduksi obat-obatan kimia, Prodomal (krisis yang diduga dapat terjadi) pada
perusahaan mereka adalah berupa adanya konsumen yang keracunan bahkan hingga
menyebabkan kematian.
Isu manajemen dan krisis manajemen adalah dua hal yang berbeda. Berdasarkan
Regester dan Larkin (2008), dinyatakan bahwa:
Issue management is that it is less actionoriented and more
anticipatory in nature than crisis management. Issues management is proactive
in that it tries to identify the potential for change and influence decisions
relating to that change before it has a negative effect on a corporation. Crisis
management tends to be a more reactive discipline dealing with a situation
after it becomes public knowledge and affects the company. It is needed after
there is public outrage (h.43).
Sebagaimana dijelaskan diatas, bahwa dalam manajemen isu tidak
banyak tindakan yang dilakukan sebaliknya hanya akan lebih banyak antisipasi
saja. Sebab, dalam manajemen isu perusahaan harus terus berupaya untuk
mengidentifikasi permasalahan potensial yang mampu menyebabkan krisis terjadi. Langkah
yang diambil perusahaan Johnson &Johson terbilang cukup tanggap dan tepat
sebab diperkirakan manajemen isu yang mereka buat sudah matang, sehingga
melalui Issue Life Cycle yang disebutkan Hainsworth (1990) dalam Kriyantono
(2012) dapat dijabarkan empat tahapan sebagai berikut:
1.
Tahap Origin
Pada
tahapan ini publik individu atau kelompok dapat mengutarakan opininya. Pada tahapan
ini mulai muncul kegelisahan akibat adanya kesadaran bahwa dalam beberapa
situasi dapat memicu konflik. Oleh karena itu, pada tahap ini proses scanning
dan identifikasi dini terhadap isu potensial sangat diperlukan.
-
Dalam
kasus Johnson & Johnson, tahapan ini terlihat saat terjadinya kematian di
daerah Chicago (3 korban) akibat Tylenol. Berawal dari meninggalnya 3 orang,
muncul berita-berita korban jiwa lainnya yang jika ditotal sebanyak 250
kematian. Hal ini memicu 94 % konsumen untuk sadar bahwa tablet Tylenol
berkaitan erat dengan keracunan yang terjadi.
2.
Tahap Mediation dan amplification (imminent stage atau
emerging)
Tahap
dimana isu telah berkembang dan mempunyai dukungan publik. Sudah mulai ada
tekanan-tekanan dari publik terhadap perusahaan. Pada tahap ini perusahaan
harus melakukan keterbukaan informasi dengan mulai memberikan informasi yang
berupa fakta, selalu aktual atau terbaru, dan tak lupa terus melakukan
komunikasi dua arah (timbal balik).
Skenario terburuk yang sudah diprediksi oleh perusahaan adalah
hilangnya kepercayaan publik terhadap produk-produk mereka. Namun hal tersebut
segera diatas Johnson & Johnson dengan melakukan beberapa langkah demi menciptakan
informasi berupa fakta, yakni dengan melakukan pengujian terhadap 8 juta tablet
Tylenol yang sudah ditarik dari pasaran.
Hasilnya dari pengujian tersebut menunjukkan bahwa kurang dari 75
tablet telah terkontaminasi, dan semuanya ada di daerah Chicago, hal ini pun
segera diketahui oleh publik. Cara inilah yang digunakan Johnson & Johnson untuk
memberikan informasi berupa fakta.
Dengan mengambil langkah konkrit berupa penarikan jutaan produknya
dari pasaran, perusahaan ini dikabarkan telah menghabiskan setengah juta dolar
sebagai biaya dokter, Rumah Sakit, dan ganti rugi pada distributor.
3.
Tahap Organization (current stage dan critical stage)
Publik
sudah mulai mengorganisasikan diri dengan membentuk jaringan-jaringan. Pada tahap
current stage, isu berkembang menjadi lebih populer karena mulai
diberitakan oleh media massa dan masyarakat mulai merasakan telah terjadi
konflik karena adanya pertarungan wacana kepentingan. Sementara pada crisis
stage, muncul pro dan kontra oleh publik. Pada situasi ini media sangat
berperan penting karena kemampuannya untuk mendiseminasi pesan dan pembentukan
opini publik. Dan pada tahap ini pula, PR harus mampu memberikan informasi yang
jelas, terbuka, dan jujur.
Sesaat setelah Johnson & Johnson
dikabarkan merugi jutaan dolar dan membuat publik cukup simpatik dengan upaya perusahaan ini mengatasi permasalahan, Wall
Street Journal justru menuliskan: “Perusahaan lebih memilih untuk merugi
berar, daripada mengekspos publik sebagai kerugiannya”. Hal ini termasuk dalam
tahapan current stage dimana publik merasa bingung melihat pertarungan
wacana kepentingan. Dimana, di satu sisi perusahaan berusaha menunjukkan
upayanya mengatasi masalah hingga rugi jutaan dolar, sedangkan di sisi lain ada
opini berbeda dari sebuah media massa.
Belum sampai memasuki tahapan krisis, ternyata pelaku yang
mengontaminasi produk Tylenol sudah tertangkap. Hal ini sedikit banyak telah
membuktikan bahwa kesalahan bukanlah seratus persen ada dipihak Johnson &
Johnson selaku produsen obat Tylenol. Namun sebagaimana dijelaskan diatas,
bahwa seorang PR harus mampu memberikan informasi yang jelas, terbuka, dan
jujur pada tahap ini, maka sebagai gantinya PR memanfaatkan situasi dimana Pemerintah
Amerika Serikat, Pemerintah lokal Chicago, dan pemerintah kawasan lain
mendorong Undang-Undang baru untuk keamanan obat.
Melihat langkah pemerintah tersebut, Johnson & Johnson yang
baru saja melakukan penarik produk mampu menanggapi hal tersebut dengan baik,
yakni dengan segera membuat pengemasan anti sobek (mungkin strategi Johnson
& Johnson untuk menghindari pihak tidak bertanggung jawab yang ingin
mengontaminasi produknya seperti kemarin)
4.
Tahap Resolution (dormant stage)
Dalam
tahap ini, perusahaan dapat mengatasi isu dengan baik. Pemberitaan media dan
perhatian masyarakat mulai menurun karena berjalannya waktu dan solusi dari
perusahaan atau pemerintah. Tahap ini diasumsikan telah berakhir sampai pada
seorang memunculkan isu kembali.
Johnson & Johnson memutuskan untuk meluncurkan produk dengan
kemasan anti sobek, sehingga mendapatkan penghargaan “Silver Anvil dari Public
Relations Society of America” atas keberhasilannya menangani krisis. Bahkan, setelah
5 bulan, perusahaan telah mengembalikan 70 % dari sepertiga saham besarnya. Sejak
saat itu, perusahaan telah memposisikan diri sebagai pemenang konsumen, dengan
melakukan konsep tanggung jawab sosial dan menunjukkan keahlian komunikasi nya.
Respon atau penanganan kasus yang dilakukan Johnson & Johnson
terbilang sudah tepat, hal ini terbukti dengan berhasilnya mereka mengambalikan
saham besar yang dimilikinya. Beberapa langkah yang dilakukan oleh Johnson
& Johnson tentu saja sudah direncanakan sebelumnya, jauh-jauh hari sebelum
kasus benar terjadi. Hal ini sebab perusahaan Johnson & Johnson menyadari
bahwa kasus ini merupakan sebuah prodomal. Tertangkapnya pelaku yang melakukan
kontaminasi produk, juga telah membuktikan bahwa perusahaan Johnson &
Johnson bukanlah pihak yang salah.
Lebih menariknya lagi, mereka mampu memanfaatkan kesempatan yang
muncul dari pemerintahan Amerika Serikat. Dengan tanggap perusahaan Johnson
& Johnson meluncurkan sebuah produk dengan kemasan anti sobek, yang
merupakan bentuk dukungan kepada pemerintahan demi kesehatan dan keselamatan
publik. Langkah ini sebagai bentuk dukungan terhadap UU pemerintah, juga
langkah untuk mencegah munculnya celah kesalahan yang ditujukan kepada
perusahaan, sebab secara garis besar kasus ini juga disebabkan oleh perusahaan.
Bagaimana mungkin seorang yang tidak bertanggung jawab bisa melakukan
kontaminasi terhadap produk dan tidak diketahui (tidak menimbulkan jejak berupa
rusaknya segel, dan lain sebagainya).
DAFTAR PUSTAKA:
- · Kriyantono, R. (2012) Public Relations & Crisis Management: Pendekatan Critical Public Relations, Etnografi Kritis, & Kualitatif. Jakarta: Prenada Media.
- · Regester, M. & Larkin, J. (2008) Risk Issues and Crisis Management in Public Relations: A Casebook of Best Practice. London: Kogan Page.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana menurut anda? What do you think?