22 Maret 2015

TYLENOL CASE (studi kasus strategi Public Relations perusahaan Johnson & Johnson)

TYLENOL TALE
Kasus ini mengungkapkan adanya sebuah krisis yang justru membuat publik makin simpati. Hal ini dilakukan Johnson & Johnson melalui penyelidikan sebab keracunan Tylenol.
Urutan peristiwa:
1.      September 1982: Tablet Tylenol menaikkan penjualan terhadap konsumen dewasa sebanyak 35% di Amerika Serikat.
2.      (1 hari kemudian) September 1982: Terjadi kematian di daerah Chicago (3 korban)
3.      Berawal dari meninggalnya 3 orang, muncul berita-berita korban jiwa lainnya yang jika ditotal sebanyak 250 kematian.
4.      Johnson & Johnson menguji 8 juta tablet Tylenol. Hasilnya menunjukkan bahwa kurang dari 75 tablet telah terkontaminasi, dan semuanya ada di daerah Chicago.
5.      94 % konsumen sadar bahwa tablet Tylenol berkaitan dengan keracunan yang terjadi.


6.      Kunci keberhasilan kasus penanganan kasus Tylenol ini adalah: Perusahaan menyiapkan skenario terburuk (worst cases / possible scenario), dan kemungkinan terburuk itu adalah –hilangnya kepercayaan publik–. Namun dalam hal ini, kepercayaan pelanggan-lah yang telah menyelamatkan reputasi mereka.
-          Sebagai imbalan atas kepercayaan dari pelanggan, Johnson & Johnson menarik jutaan botol Tylenol ekstra. Perusahaan ini dikabarkan telah menghabiskan setengah juta dolar sebagai biaya dokter, Rumah Sakit, dan ganti rugi pada distributor.
-          Diwaktu yang sama, Wall Street Journal menuliskan “Perusahaan lebih memilih untuk merugi berar, daripada mengekspos publik sebagai kerugiannya”.
7.      Dengan adanya berbagai pemberitaan media baik yang mendukung dan menyudutkan, Johnson & Johnson tidak gentar. Bahkan, perusahaan ini tidak buru-buru mengeluarkan produk lagi, sesaat setelah pelaku yang mengontaminasi produk mereka sudah tertangkap.
8.      Pemerintah Amerika Serikat, Pemerintah lokal Chicago, dan pemerintah kawasan lain mendorong Undang-Undang baru untuk keamanan obat.
9.      Melihat langkah pemerintah tersebut, Johnson & Johnson yang baru saja melakukan penarik produk mampu menanggapi hal tersebut dengan baik, yakni dengan segera membuat pengemasan anti sobek (mungkin strategi Johnson & Johnson untuk menghindari pihak tidak bertanggung jawab yang ingin mengontaminasi produknya seperti kemarin)
10.  Johnson & Johnson meluncurkan produk dengan kemasan anti sobek tersebut, sehingga mendapatkan penghargaan “Silver Anvil dari Public Relations Society of America” atas keberhasilannya menangani krisis.
11.  Setelah 5 bulan, perusahaan telah mengembalikan 70 % dari sepertiga saham besarnya.
12.  Sejak saat itu, perusahaan telah memposisikan diri sebagai pemenang konsumen, dengan melakukan konsep tanggung jawab sosial dan menunjukkan keahlian komunikasi nya.
-          Johnson & Johnson mampu mengantisipasi krisis dan pasar sahamnya kembali
Johnson & Johnson seharusnya bisa saja tidak menarik semua produknya (hanya menarik produk-produk yang di daerah Chicago), namun jika itu dilakukan justru penjualan Tylenol akan mengalami kerugian lebih besar.

“Pelajaran apa yang bisa kita dapat dari kasus tersebut?” dengan menganalisis kasusnya.
-          Mengapa kejadian diatas bisa terjadi? Apa penyebab/pemicu kejadian tersebut?
-          Jelaskan kasus dengan membuat lifecycle
-          Apa yang perusahaan lakukan / respon terhadap kejadian tersebut? Berdasarkan hasilnya, apakah itu respon yang tepat?



Pemicu utama kejadian tersebut adalah munculnya kematian tiga orang di daerah Chicago, yang segera disusul dengan kematian ratusan orang lainnya, akibat mengonsumsi Tylenol. Hal ini seperti penulis jelaskan diatas, telah membuat publik merasa Tylenol adalah sumber utama bencana. Perusahaan Johnson & Johnson sebagai produsen obat tersebut menjadi tersudut dengan keadaan.
Namun, penulis memprediksi bahwa perusahaan ini sudah memiliki rencana isu dan krisis (issue and crisis plan) yang baik, sebab mereka sadar bahwa sebagai perusahaan yang memproduksi obat-obatan kimia, Prodomal  (krisis yang diduga dapat terjadi) pada perusahaan mereka adalah berupa adanya konsumen yang keracunan bahkan hingga menyebabkan kematian.
Isu manajemen dan krisis manajemen adalah dua hal yang berbeda. Berdasarkan Regester dan Larkin (2008), dinyatakan bahwa:
Issue management is that it is less actionoriented and more anticipatory in nature than crisis management. Issues management is proactive in that it tries to identify the potential for change and influence decisions relating to that change before it has a negative effect on a corporation. Crisis management tends to be a more reactive discipline dealing with a situation after it becomes public knowledge and affects the company. It is needed after there is public outrage (h.43).
Sebagaimana dijelaskan diatas, bahwa dalam manajemen isu tidak banyak tindakan yang dilakukan sebaliknya hanya akan lebih banyak antisipasi saja. Sebab, dalam manajemen isu perusahaan harus terus berupaya untuk mengidentifikasi permasalahan potensial yang mampu menyebabkan krisis terjadi. Langkah yang diambil perusahaan Johnson &Johson terbilang cukup tanggap dan tepat sebab diperkirakan manajemen isu yang mereka buat sudah matang, sehingga melalui Issue Life Cycle yang disebutkan Hainsworth (1990) dalam Kriyantono (2012) dapat dijabarkan empat tahapan sebagai berikut:
1.      Tahap Origin
Pada tahapan ini publik individu atau kelompok dapat mengutarakan opininya. Pada tahapan ini mulai muncul kegelisahan akibat adanya kesadaran bahwa dalam beberapa situasi dapat memicu konflik. Oleh karena itu, pada tahap ini proses scanning dan identifikasi dini terhadap isu potensial sangat diperlukan.

-          Dalam kasus Johnson & Johnson, tahapan ini terlihat saat terjadinya kematian di daerah Chicago (3 korban) akibat Tylenol. Berawal dari meninggalnya 3 orang, muncul berita-berita korban jiwa lainnya yang jika ditotal sebanyak 250 kematian. Hal ini memicu 94 % konsumen untuk sadar bahwa tablet Tylenol berkaitan erat dengan keracunan yang terjadi.

2.      Tahap Mediation dan amplification (imminent stage atau emerging)
Tahap dimana isu telah berkembang dan mempunyai dukungan publik. Sudah mulai ada tekanan-tekanan dari publik terhadap perusahaan. Pada tahap ini perusahaan harus melakukan keterbukaan informasi dengan mulai memberikan informasi yang berupa fakta, selalu aktual atau terbaru, dan tak lupa terus melakukan komunikasi dua arah (timbal balik).

Skenario terburuk yang sudah diprediksi oleh perusahaan adalah hilangnya kepercayaan publik terhadap produk-produk mereka. Namun hal tersebut segera diatas Johnson & Johnson dengan melakukan beberapa langkah demi menciptakan informasi berupa fakta, yakni dengan melakukan pengujian terhadap 8 juta tablet Tylenol yang sudah ditarik dari pasaran.
Hasilnya dari pengujian tersebut menunjukkan bahwa kurang dari 75 tablet telah terkontaminasi, dan semuanya ada di daerah Chicago, hal ini pun segera diketahui oleh publik. Cara inilah yang digunakan Johnson & Johnson untuk memberikan informasi berupa fakta.
Dengan mengambil langkah konkrit berupa penarikan jutaan produknya dari pasaran, perusahaan ini dikabarkan telah menghabiskan setengah juta dolar sebagai biaya dokter, Rumah Sakit, dan ganti rugi pada distributor.

3.      Tahap Organization (current stage dan critical stage)
Publik sudah mulai mengorganisasikan diri dengan membentuk jaringan-jaringan. Pada tahap current stage, isu berkembang menjadi lebih populer karena mulai diberitakan oleh media massa dan masyarakat mulai merasakan telah terjadi konflik karena adanya pertarungan wacana kepentingan. Sementara pada crisis stage, muncul pro dan kontra oleh publik. Pada situasi ini media sangat berperan penting karena kemampuannya untuk mendiseminasi pesan dan pembentukan opini publik. Dan pada tahap ini pula, PR harus mampu memberikan informasi yang jelas, terbuka, dan jujur.

    Sesaat setelah Johnson & Johnson dikabarkan merugi jutaan dolar dan membuat publik cukup simpatik dengan upaya  perusahaan ini mengatasi permasalahan, Wall Street Journal justru menuliskan: “Perusahaan lebih memilih untuk merugi berar, daripada mengekspos publik sebagai kerugiannya”. Hal ini termasuk dalam tahapan current stage dimana publik merasa bingung melihat pertarungan wacana kepentingan. Dimana, di satu sisi perusahaan berusaha menunjukkan upayanya mengatasi masalah hingga rugi jutaan dolar, sedangkan di sisi lain ada opini berbeda dari sebuah media massa.
Belum sampai memasuki tahapan krisis, ternyata pelaku yang mengontaminasi produk Tylenol sudah tertangkap. Hal ini sedikit banyak telah membuktikan bahwa kesalahan bukanlah seratus persen ada dipihak Johnson & Johnson selaku produsen obat Tylenol. Namun sebagaimana dijelaskan diatas, bahwa seorang PR harus mampu memberikan informasi yang jelas, terbuka, dan jujur pada tahap ini, maka sebagai gantinya PR memanfaatkan situasi dimana Pemerintah Amerika Serikat, Pemerintah lokal Chicago, dan pemerintah kawasan lain mendorong Undang-Undang baru untuk keamanan obat.
Melihat langkah pemerintah tersebut, Johnson & Johnson yang baru saja melakukan penarik produk mampu menanggapi hal tersebut dengan baik, yakni dengan segera membuat pengemasan anti sobek (mungkin strategi Johnson & Johnson untuk menghindari pihak tidak bertanggung jawab yang ingin mengontaminasi produknya seperti kemarin)

4.      Tahap Resolution (dormant stage)
Dalam tahap ini, perusahaan dapat mengatasi isu dengan baik. Pemberitaan media dan perhatian masyarakat mulai menurun karena berjalannya waktu dan solusi dari perusahaan atau pemerintah. Tahap ini diasumsikan telah berakhir sampai pada seorang memunculkan isu kembali.

Johnson & Johnson memutuskan untuk meluncurkan produk dengan kemasan anti sobek, sehingga mendapatkan penghargaan “Silver Anvil dari Public Relations Society of America” atas keberhasilannya menangani krisis. Bahkan, setelah 5 bulan, perusahaan telah mengembalikan 70 % dari sepertiga saham besarnya. Sejak saat itu, perusahaan telah memposisikan diri sebagai pemenang konsumen, dengan melakukan konsep tanggung jawab sosial dan menunjukkan keahlian komunikasi nya.

Respon atau penanganan kasus yang dilakukan Johnson & Johnson terbilang sudah tepat, hal ini terbukti dengan berhasilnya mereka mengambalikan saham besar yang dimilikinya. Beberapa langkah yang dilakukan oleh Johnson & Johnson tentu saja sudah direncanakan sebelumnya, jauh-jauh hari sebelum kasus benar terjadi. Hal ini sebab perusahaan Johnson & Johnson menyadari bahwa kasus ini merupakan sebuah prodomal. Tertangkapnya pelaku yang melakukan kontaminasi produk, juga telah membuktikan bahwa perusahaan Johnson & Johnson bukanlah pihak yang salah.
Lebih menariknya lagi, mereka mampu memanfaatkan kesempatan yang muncul dari pemerintahan Amerika Serikat. Dengan tanggap perusahaan Johnson & Johnson meluncurkan sebuah produk dengan kemasan anti sobek, yang merupakan bentuk dukungan kepada pemerintahan demi kesehatan dan keselamatan publik. Langkah ini sebagai bentuk dukungan terhadap UU pemerintah, juga langkah untuk mencegah munculnya celah kesalahan yang ditujukan kepada perusahaan, sebab secara garis besar kasus ini juga disebabkan oleh perusahaan. Bagaimana mungkin seorang yang tidak bertanggung jawab bisa melakukan kontaminasi terhadap produk dan tidak diketahui (tidak menimbulkan jejak berupa rusaknya segel, dan lain sebagainya).

DAFTAR PUSTAKA:
  • ·         Kriyantono, R. (2012) Public Relations & Crisis Management: Pendekatan Critical Public Relations, Etnografi Kritis, & Kualitatif. Jakarta: Prenada Media.
  • ·         Regester, M. & Larkin, J. (2008) Risk Issues and Crisis Management in Public Relations: A Casebook of Best Practice. London: Kogan Page.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana menurut anda? What do you think?