URUTAN PERISTIWA:
1.
Channel 4 mulai
mengudara pada tahun 1982, bergabung dengan dua saluran lain yakni BBC dan ITV,
satu-satunya saluran televisi komersial saat itu.
2.
Masalah ini
bermula ketika Shilpa Shetty disebut sebagai 'India' oleh teman serumah nya
yang merasa sulit untuk mengucapkan namanya.
3.
Ofcom menerima
lebih dari 200 komplain dari penonton, sebab ada dugaan intimidasi rasis yang
dilakukan oleh tiga teman serumah Shilpa.
4.
Mendengar
adanya komplain tersebut, Channel 4 menyangkal bahwa insiden yang terjadi itu
adalah sebuah 'persaingan feminin' dalam reality show.
5.
Dengan adanya
pernyataan dari Channel 4 tersebut, jumlah pengaduan justru semakin meningkat,
yakni hingga mencapai 8.000 komplain.
6.
Early Day
Motion (EDM) melalui Partai Buruh MP Keith Vaz, meminta Channel 4 'untuk
mengambil tindakan segera mengingatkan perilaku rasis yang dilakukan teman
serumah tersebut tidak dapat diterima'. Tindakan EDM didukung dan disetujui
oleh Perdana Menteri Tony Blair, bahkan Sekretaris Kebudayaan yakni Tessa
Jowell, menganggap insiden itu sebagai 'rasisme yang disajikan sebagai hiburan'
7.
Dukungan media
Masuknya perdebatan ke dalam House of Commons membuat media berkesempatan
mengembangkan kasus ini menjadi sesuatu yang menarik dibaca publik.
8.
Situasi diperparah dengan keadaan yang bertepatan dengan perjalanan
Gordon Brown ke India, di mana patung dibakar (hal ini tentu saja makin memperburuk
keadaan). Insiden ini meluas ke arah insiden
diplomatik untuk pemerintah Inggris, ketika Menteri India urusan eksternal
mengatakan insiden itu menyebabkan India 'marah'.
9.
Di India, Hindustan
Times memuat headline halaman depan yang berjudul 'serangan rasis memicu
kemarahan'.
10. Sepanjang kasus ini terjadi, Channel 4 terus
membantah bahwa kejadian tersebut adalah tindakan rasis. Channel 4 bersikeras bahwa permasalahn kontestan hanya disebabkan perbedaan budaya
dan kelas. Produsen Big Brother, Endemol,
juga mengesampingkan tuduhan rasisme (ini adalah contoh bahwa pihak
Channel 4 yang dalam keadaan krisis tetap tidak mau minta maaf, menyangkal, dan
seolah menyalahkan publik). Dalam waktu tiga hari, jumlah pengaduan meningkat
menjadi hampir 20.000.
11. Ketua Channel 4 Luke Johnson menolak undangan
untuk membela konferensi pers atau memberi penjelasan pada publik pada beberapa
kesempatan (lagi-lagi pihak Channel 4 melakukan tindakan menolak, dan
menghindar).
12. Berbagai media massa seperti: The Daily
Express, The Times, The Independent mengabarkan berita-berita miring dan
negatif terkait kasus ini yang makin menyudutkan Channel 4.
13. Shilpa Shetty memenangkan program dengan
63 persen suara.
14. Pada tanggal 24 Mei 2007, Ofcom
memutuskan bahwa Channel 4 telah melanggar kode etik Ofcom selama seri. (Channel
4 terbukti salah)
15. Channel 4 dan Endemol meminta maaf dan
menerima putusan Ofcom itu. Ketua Luke Johnson mengatakan sanksi itu
'proporsional mengingat putusan Ofcom bahwa pelanggaran tidak disengaja dan
bahwa saluran tersebut tidak bertindak ceroboh'. (Permintaan maaf baru
disampaikan setelah mereka dinyatakan bersalah)
ISSUE LIFE CYCLE
Tahap isu berawal dari
tahap potensial yang merupakan isu rasisme bagi Chanel 4 mengenai tayangan Big
brother. Pada tahap ini adalah masa-masa penting bagaimana perusahaan dapat
meredam isu agar tidak menyebar lebih luas. Namun, pada kasus ini chanel 4
gagal dalam meredam isu dengan membiarkan 200 komplain dan hanya menganngap
kejadian yang dialami Shilpa Shetty hanya bentuk dari kompetisi dalam rumah big
brother. Pada tahap emerging, Pihak EDM melakukan pemanggilan terhadap produser
guna untuk mediasi tentang masalah ini agar para konstentan tetap menjaga
perilakunya agar tidak rasis. Namun, isu ini ternyata sudah sampai ke India
dimana sudah terdapat kelompok-kelompok yang mendukung penolakan rasisme
terhadap salah satu peserta yang berasal dari India. Pada saat Gordon Brown
melakukan kunjungan diplomatik, beliau menginginkan adanya rasa saling
toleransi antar sesama negara. Pernyataan Gordon Brown ditanggapi negatif
sehingga tekanan-tekanan sudah mulai dirasakan Chanel 4 karena keadaan sudah
mulai memanas dan perusahaan tidak berupaya untuk membuka saluran dua arah
terhadap publiknya. Tahap krisis yang dialami chanel 4 berawal karena adanya
kegagalan perusahaan meredam isu yang terkesan hanya dibiarkan sehingga terjadi
kemarahan publik India terhadap Chanel 4, terjadi aksi protes penolakan rasisme
dan chanel 4. Kemudian banyak tuduhan-tuduhan kepada chanel 4 sampai dengan
adanya pernyataan sekretariat budaya yang menyatakan bahwa kejadian tersebut
memang betul sebuah bentuk rasisme dibarengi dengan komplain yang sampai pada
angka 19.300 komplain. Hal ini membuktikan bahwa isu sudah meluas dan sudah
sampai pada pemberitaan media sehingga perusahaan sudah benar-benar mengalami
krisis. Pada tahap current, pengiklan carephone warehouse memutuskan untuk
menunda kerjasama sponsorship dan karena banyaknya tekanan yang dialami
perusahaan, chenel 4 memutuskan untuk membatalkan Big Brother 2008.
Krisis ini merupakan
bentuk kegagalan perusahaan meredam isu karena isu yang dibiarkan akan
menyebabkan isu. Jenis isu pada studi kasus kali ini merupakan isu eksternal
karena menurut Kriyantono (2012, h. 157) “isu eksternal merupakan peristiwa
yang berkembang diluar organisasi yang berpengaruh langsung atau tak langsung
pada aktifitas perusahaan.” isu rasisme ini berkembang karena ada tayangan big
brother dan pada saat itu publik eksternal menangkap adanya bentuk rasisme yang
dilakukan oleh peserta. Isu ini merugikan pada perusahaan dan bisajadi karena
adanya isu ini perusahaan dapat mengalami banyak kerugian, sehinnga isu ini
masuk pada aspek dampak defensive issue. Harrison (2008) dalam Kriyantono
(2012, h. 158) menyatakan difensive issue adalah “isu-isu yang membuat
cenderung memunculkan ancaman terhadap organisasi, kerena organisasi harus
mempertahankan diri agar tidak mengalami kerugian reputasi.” Kemudian pada
aspek keluasan, isu rasisme ini masuk kedalam isu universal karena isu ini
mempengaruhi banyak orang. Orang-orang yang sebenarnya pada awalnya tidak
menonton bog brother karena adanya isu rasisme ini banyak orang membicarakan
dan memprotesnya bahkan isu ini berkembang sampai India. Hal ini didukung dalam
Kriyantono (2012, h. 158), isu universal merupakan “isu-isu yang memengaruhi
banyak orang secara langsung, bersifat umum, dan berpotensi memengaruhi
personal.”
Pada krisis ini
terlihat perusahaan tidak memiliki menajemen krisis sehingga penyelesaian
krisis cenderung responsif dan lamban. Sebenarnya apabila perusahaan memiliki
manajemen isu dan krisis yang baik, krisis ini dapat diprediksi akan adanya
kemungkinan potensial isu yang kemungkinan besar akan melanda perusahaan.
selain itu, perusahaan seharusnya sebelumnya sudah mengetahui bahwa akan ada
gesekan-gesekan antar peserta yang memiliki perbedaan latarbelakang dan
kebangsaan didalam rumah big brother, karena jenis program ini adalah
kompetisis sehingga dalam prosesnya pasti akan ada persaingan dan
pertengkaran. Tidak adanya menajemen isu dan krisis mangakibatkan
krisis semakin meluas dan kemarahan publik semakin membludak. Selain itu,
perusahaan tidak menerapkan worst case scenario melainkan menggunakan strategi
menyangkal bahwa kejadian yang terjadi di rumah big brother bukan termasuk
rasisme. Strategi ini terbilang gagal karena perusahaan menyangkal tanpa
disertai bukti-bukti yang akurat dan faktual sehingga publik merasa perusahaan
hanya tidak mau disalahkan. Seharusnya perusahaan menerima kejadian tersebut
memang bentuk rasisme karen seperti yang diketahui data menyebutkan sudah ada
19. 300 komplain, berarti memang benar kejadian tersebut adalah bentuk rasisme.
Pada krisis ini, perusahaan terkesan hanya melindungi perusahaannya agar
reputasinya tidak jatuh. Namun, perusahaan melupakan bahwa keselamatan dan
keamanan publik adalah yang terpenting. Strategi krisis yang dilakukan
perusahaan tidaklah mengutamakan publik dan stakeholdernya sehingga menyebabkan
kecemasan dan kekesalan karena merasa tidak diperhatikan pada saat-saat krisis
sehingga tindakan yang dilakukan perusahaan tidak sesuai dengan harapan
publiknya. Publik menginginkan perusahaan mengakui kejadian tersebut adalah
rasis dan segera meluruskan kejadian tersebut dan meminta maaf langsung pada
peserta yang diintimidasi tersebut bukanlah menyangkal dan tidak mengakuinya.
Seperti yang telah
disampaikan sebelumnya bahwa perusahaan lamban dalam melakukan tindakan penyelesaian
krisis ini. Perusahaan baru meminta maaf pada saat ada panggilan yang ditujukan
kepada chanel 4 sehingga terlihat perusahaan meminta maaf hanya karena
diperintahkan untuk meminta maaf. Atas kejadian krisis ini Ofcom menyatakan
bahwa chanel 4 melanggar peraturan kode etik penyiaran karena selain kejadian
rasisme, tapi terdapat pelanggaran-pelanggaran lain yang juga dilakukan dalam
program big brother. Hal ini menyebabkan chanel mendapatkan sanksi, karena itu
perusahaan menerima dan meminta maaf. Kejadian ini membuktikan bahwa chanel 4
gagal memenuhi tanggung jawabnya sebagai televisi meilik badan publik untuk
menyuguhkan program yang inovatif, kreatif, dan beredukasi terhadap
publiknya.
LESSON CAN WE LEARN:
· Jangan menyepelahkan sebuah isu karna isu yang diabaikan akan menjadikannya
krisis yang merugikan bagi perusahaan.
· Lebih peka terhadap isu potensial yang kemungkinan terjadi dan menimpa
perusahaan.
· Lebih cepat dalam mengatasi isu adalah kunci untuk tidak sampai pada tahap
krisis. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan musyawarah dan mediasi agar
isu tidak semakin meluas.
· Apabila sudah terdapat bentuk komplain yang jumlahnya banyak dan komplain
tersebut berisikan hal yang sama, seharusnya perusahaan tidak lagi malakukan
strategi menyangkal.
· Tindakan yang dilakukan dalam menyelesaikan krisis tidak boleh rekatif dan
lamban. Perusahaan harus siap dan cepat dalam mengambil keputusan dengan
memiliki menajemen isu dan krisis yang baik.
· Penting bagi perusahaan dalam masa-masa krisis dapat menyamakan persepsi
dengan stakeholder utama, sehingga mengurangi kesalah pahaman dan gesekan
dengan stakeholder.
REFERENSI:
- Kriyantono, R. (2012). Public Relations & Crisis Managemant: Pendekatan Critical Public Relations, Etnografi Kritis, & Kualitatif. Jakarta: Prenadamedia.
- Regester, M. & Larkin, J. (2008). Risk Issues and Crisis Management in Public Relations: A Casebook of best practice. London: Kogan Page.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana menurut anda? What do you think?