19 April 2017

Buya Hamka bicara Tuhan

Dikutip dari Buku karangan Buya Hamka

Anai-anai (lelatu, semut bersayap, laron dalam Bahasa Jawa) "Berilah aku izin mendekatimu hai lampu, aku ingin cahayamu yang terang benderang itu."

"Sia-sia... semata-mata sia-sia permintaanmu. Sebab keinginanmu itu mesti bertemu dengan bahaya" Jawab lampu.

"Bahaya apakah gerangan itu, tuan lampu?"

"Di dalam perjalanan engkau akan bertemu dengan burung layang-layang, engkau dijadikannya mangsa."

"Itu bukan bahaya, tuanku. Itu adalah keberuntungan, mati dalam menempuh cita-cita."

"Sia-sia, semata-mata sia-sia perbuatanmu itu."

"Mengapa tuan katakan sia-sia orang yang mencintai cahaya tuan?"

"Tidakkah engkau lihat, bangsamu telah jatuh tersungkur, mati bertimbun-timbun di bawah naunganku, lantaran mencari cahayaku?"

"Itu bukanlah sia-sia, ya tuanku. Itu adalah keberuntungan. Kami datang dari tempat yang jauh-jauh mencari cahaya karena kami tak tahan gelap. Kami datang ke dekatmu, berkeliling mencari cahaya. Berilah kami mati lantaran panasnya cahaya itu, bagi kami kematian itulah kelezatan."

"Tidakkah kamu ngeri melihat bangkai yang tertimbun itu?"

"Biarlah bangkai bertimbun,ya tuanku. Bertimbun dan mati di bawah naunganmu. Kami cari cahayamu, setelah maksud kami hasil, biarlah kematian datang, asal kami diridhakan datang."

Maka bertimbunlah bangkai, sedang yang datang masih banyak, dan yang akan datang, masih dalam perjalanan.

(Syair dari seorang Sufi, memisalkan seorang mukmin mencari Nur Tuhannya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana menurut anda? What do you think?