8 Oktober 2018

Jangan Mudah Termakan Hoax


Judul kali ini bukan terinspirasi dari kasus Hoax racikan Ratna Sarumpaet yang sedang viral itu, tapi justru terkait dengan kehidupan pribadi. Hoax sejatinya bukan sesuatu yang baru, jauh sebelum era banjir informasi dan perkembangan media digital yang begitu pesat kini, hoax sudah hadir di tengah-tengah kita. Hoax sudah muncul di antara gurauan warung kopi, di balik kelakar tukang becak, di tengah aktivitas “metani” rambut tetangga untuk mencari kutu. Hoax sudah sangat sepuh, namun kita yang tak kunjung dewasa.

Sejak zaman Nabi dan Rasul tentu saja hoax sudah muncul, kemudian dikenal dengan kata “fitnah”. Di zaman dahulu istilah hoax juga dikenal dengan kata lain “kabar burung”. Ya... sebegitu kekanak-kanakannya lah pikiran kita, mudah termakan “kata si ini dan kata si anu”. Lalu spekulasi-spekulasi muncul, beragam opini ngawur dan pendapat ngasal berhamburan padahal duduk perkara belum jelas asalnya.

Hoax barang kali erat kaitannya dengan pelajaran saya di Ilmu Komunikasi mengenai “efek halo”. Efek halo adalah kesan pertama yang muncul tatkala bertemu seseorang. Maka dalam postingan blog saya sebelumnya, ada istilah dari Rosihan Anwar yang menarik dan saya kutip, “Sejak masa muda saya tidak pernah mempercayai ‘kesan pertama’ tentang seseorang. Selalu saya berikan orang kesempatan untuk menunjukkan dirinya yang sebenarnya”.

Nah.., sebagaimana bertemu seseorang, begitu pula dalam melihat sesuatu dan dalam menghadapi kejadian, tak perlulah kita tergesa-gesa memberikan kesimpulan. Baiknya kita beri ‘kesempatan’ bagi sang kasus atau kejadian untuk menunjukkan diri. Apa sih duduk perkara sebenarnya? Kenapa sih bisa begitu? Apa sih motifnya? Dan sederet pertanyaan “kepo” lainnya. Baru kemudian setelah jawaban-jawaban atas pertanyaan tersebut terungkap, marilah kita sama-sama membuat kesimpulan dan memberikan saran berikut masukan. Tahapannya hampir-hampir sama kok dengan membuat skripsi atau tesis heheh... latar belakang dulu, kerangka teori, analisis, baru kesimpulan dan saran. Kalau belum pula selesai dengan latar belakang sudah lompat ke kesimpulan kan dimarahi dosen pembimbing nanti, hehehe. Kalau dalam kehidupan ya dosen pembimbingnya Tuhan. Dimarahi sama Allah kalau kita mudah menyimpulkan dan berprasangka ke mana-mana tak tentu arah kemudian menyebarkan berita atau informasi yang belum pula akurat.

Maka marilah... kita garap tesis kehidupan sama dengan kita garap tesis di universitas. Polanya sama. Pelan-pelan..., terstruktur, jelas.... dan yang terpenting jujur, hindari hoax... heheh #ganyangHoax

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana menurut anda? What do you think?