Judul kali ini bukan terinspirasi dari kasus Hoax racikan Ratna
Sarumpaet yang sedang viral itu, tapi justru terkait dengan kehidupan pribadi. Hoax
sejatinya bukan sesuatu yang baru, jauh sebelum era banjir informasi dan
perkembangan media digital yang begitu pesat kini, hoax sudah hadir di
tengah-tengah kita. Hoax sudah muncul di antara gurauan warung kopi, di balik kelakar
tukang becak, di tengah aktivitas “metani” rambut tetangga untuk mencari
kutu. Hoax sudah sangat sepuh, namun kita yang tak kunjung dewasa.
Sejak zaman Nabi dan Rasul tentu saja hoax sudah muncul, kemudian
dikenal dengan kata “fitnah”. Di zaman dahulu istilah hoax juga dikenal dengan
kata lain “kabar burung”. Ya... sebegitu kekanak-kanakannya lah pikiran kita,
mudah termakan “kata si ini dan kata si anu”. Lalu spekulasi-spekulasi muncul,
beragam opini ngawur dan pendapat ngasal berhamburan padahal duduk perkara
belum jelas asalnya.
Hoax barang kali erat kaitannya dengan pelajaran saya di Ilmu Komunikasi
mengenai “efek halo”. Efek halo adalah kesan pertama yang muncul tatkala bertemu
seseorang. Maka dalam postingan blog saya sebelumnya, ada istilah dari Rosihan
Anwar yang menarik dan saya kutip, “Sejak masa
muda saya tidak pernah mempercayai ‘kesan pertama’ tentang seseorang. Selalu
saya berikan orang kesempatan untuk menunjukkan dirinya yang sebenarnya”.
Nah.., sebagaimana bertemu seseorang, begitu pula dalam melihat
sesuatu dan dalam menghadapi kejadian, tak perlulah kita tergesa-gesa
memberikan kesimpulan. Baiknya kita beri ‘kesempatan’ bagi sang kasus atau
kejadian untuk menunjukkan diri. Apa sih duduk perkara sebenarnya? Kenapa sih bisa
begitu? Apa sih motifnya? Dan sederet pertanyaan “kepo” lainnya. Baru kemudian
setelah jawaban-jawaban atas pertanyaan tersebut terungkap, marilah kita
sama-sama membuat kesimpulan dan memberikan saran berikut masukan. Tahapannya
hampir-hampir sama kok dengan membuat skripsi atau tesis heheh... latar
belakang dulu, kerangka teori, analisis, baru kesimpulan dan saran. Kalau belum
pula selesai dengan latar belakang sudah lompat ke kesimpulan kan dimarahi dosen
pembimbing nanti, hehehe. Kalau dalam kehidupan ya dosen pembimbingnya Tuhan. Dimarahi
sama Allah kalau kita mudah menyimpulkan dan berprasangka ke mana-mana tak
tentu arah kemudian menyebarkan berita atau informasi yang belum pula akurat.
Maka marilah... kita garap tesis kehidupan sama dengan kita garap
tesis di universitas. Polanya sama. Pelan-pelan..., terstruktur, jelas.... dan
yang terpenting jujur, hindari hoax... heheh #ganyangHoax
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana menurut anda? What do you think?