Di tengah era ketatnya persaingan eksistensi diri, baik di
dunia nyata maupun dunia maya, publik kerap kali gusar. Di mulai dari orang tua
yang mengambil keputusan dalam menyekolahkan anaknya sedari SD saja,
pertimbangan terkait eksistensi dan pride tidak bisa dipisahkan. Memilih
menyekolahkan anak di SD X bukan hanya karena alasan kualitas pendidikannya
yang baik, namun juga karena lingkar pergaulannya yang merupakan kelas menengah
atas. Bahkan faktor agama kerap kali di abaikan. Misal, anak orang beragama Islam
memaksakan diri masuk ke sekolah non Islam hanya karena alasan sekolah tersebut
lebih terkenal atau keren, meskipun jelas tanpa mendapat bimbingan dan pendidikan
agama yang sesuai.
Didikan dari orang tua sedari kecil inilah yang kemudian
akan melahirkan anak-anak yang bimbang antara dua pilihan kala beranjak dewasa,
yakni “Membanggakan Orang Tua atau Dibanggakan Orang Tua?”.
Dan sebagaimana kita tahu, fenomena saat ini condong
menunjukkan publik yang lebih memilih “Membanggakan orang tua”. Misal, anak kuliahan
yang memakai mobil mewah ke kampus dengan sejuta gaya, padahal itu pemberian
orang tua, bukan hasil usaha sendiri. Misal, berlaku sewenang-wenang ketika
melanggar lalu lintas dan berlindung di balik nama besar orang tuanya yang
barang kali pejabat daerah setempat. Bahkan....., hingga....., nyaleg (mencalonkan
diri sebagai anggota legislatif) di suatu daerah dengan memberikan keterangan diri
sebagai “Putra dari Mantan Menpora RI”. Then? Why? Kalau dalam istilah jogja, “Njuk?”.
Apakah itu identitas diri yang patut dituliskan di baliho-baliho alat peraga
kampanye seorang caleg? Siapa dia, silahkan Anda cari sendiri. Yang jelas ada
hehe.
Kultur kita yang terbiasa untuk “membanggakan orang tua”
kemudian menjadikan orang yang bukan anak siapa-siapa seolah tidak memiliki
panggung untuk berkesempatan menunjukkan eksistensi diri.
Sebuah konsep menarik pernah disampaikan suami saya, bahwa orang
tua lah yang seharusnya bangga dengan kita, bangga memiliki anak seperti kita,
sehingga kita harus berikan yang terbaik, bukan kita yang membanggakan apa yang
telah dibuat oleh orang tua kita. Yang patut membanggakan hasil jerih payah
orang tua kita adalah kakek nenek kita. Jalan kita masih panjang. Masih banyak
tenaga tersimpan. Jangan manja dengan membawa nama-nama yang lebih dulu ada di depan
kita. Kita buat nama kita besar dengan cara kita sendiri. Biarkan orang
mengenal siapa diri kita dari prestasi kita sendiri, bukan dari orang tua atau
bahkan orang lain.