Ia dengar kepak sayap kelelawar dan guyur sisa hujan dari daun,
karena angin pada kemuning. Ia dengar resah kuda serta langkah pedati
ketika langit bersih kembali menampakkan bimasakti, yang jauh. Tapi di antara mereka berdua, tidak ada yang berkata-kata.
Ia ucapkan perpisahan itu. Ia melihat peta, nasib, perjalanan dan sebuah peperangan yang tak semuanya disebutkan.
Lalu ia tahu perempuan itu tak akan menangis. Sebab bila esok pagi
pada rumput halaman ada tapak yang menjauh ke utara, ia tak akan mencatat yang telah lewat dan yang akan tiba, karena ia tak berani lagi.
Bulan pun lamban dalam angin, abai dalam waktu.
Lewat remang dan kunang-kunang, kaulupakan wajahku,
kulupakan wajahmu.
- Asmaradana, Goenawan Mohamad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana menurut anda? What do you think?