Bulan itu bukan bulan purnama. Tapi kenapa nampak begitu sempurna?
Pelataran langit yang hitam begitu serasi dengan merah dan kuningnya.
Wangi bulan memang tak tercium sampai diatas tanah tempatku berinjak ini, tapi warnanya yang merona selalu membuat semua benda langit iri melihatnya.
”Bulan tak ubahnya tumbuhan parasit, dia menopangkan hidupnya pada matahari”
”Kecantikan cahaya bulan hanyalah bohong belaka. Itu imitasi.”
”Bulan mengemis cahaya pada mentari”
”Bulan itu manja, dia tidak mandiri.”
Begitulah kiranya ucap benda langit lainnya yang iri dan dengki dengan anggun dan menawannya rembulan.
Tapi tidak denganku, terkecuali aku. Aku memang iri dengannya, aku selalu bertanya-tanya kenapa dia rajin dipuja dan dipuji seolah tak ada cacat secara kasat mata. Pujangga tak letih menyebutnya dalam setiap bait puisi yang dituliskan.
Rembulan... rembulan... sebegitu beruntungkah dirimu disana? Bagaimana jika sekali-kali kau turun kebumi dan aku yang naik kesana. Sepertinya kau juga perlu merasakan aroma tanah, dan tak melulu menggantung di atap langit sambil menatap sedih kearah bumi. Bukankah kamu kesepian disana? Tak banyak bintang yang mau bercerita dan bercanda gurau denganmu kan? mereka para bintang lebih banyak disibukkan dengan kumpulannya untuk membentuk sebuah rasi dan penunjuk arah bagi para nelayan.
Bulan... turunlah sejenak kemari, biar aku saja yang berdiri disana, kurasa justru aku yang lebih butuh menyendiri :(
Ternyata bulan kesepian
Hamidah 27 agustus 2011, 19:35 wib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana menurut anda? What do you think?