28 Desember 2011

cerpen "Sori, Eka"

-->
Hari ini matahari seolah terlalu bersemangat. Terik dan panasnya menggigit kulit dan seluruh tubuh kami. Ditambah sepanjang hari harus kami lewatkan dengan upacara pembukaan pekan olahraga dilapangan sekolah.  
Ujian sekolah yang baru usai dua hari lalu lantas membawa kami harus disibukkan dengan kegiatan class meeting bertumpuk-tumpuk. Selama ini class meeting hanyalah dianggap sebagai serangkaian kegiatan adu pemenang. Sama sekali tiada minat bagi penghuni bangku-bangku SMA ini. Tapi bagiku, lain lagi. justru class meeting seperti ini akan menjadi momen terindah, yang selalu kunanti-nantikan. Apalagi tema class meeting kali ini adalah pekan olahraga. Dan yup, tak salah dan tak lain adalah sepak bola. Satu-satunya cabang olahraga yang amat kuminati. Karena akan kutemukan sosok pria idamanku disana.

Kupandangi lelaki yang sedang membawa dua buku tulis ditangan nya itu. Dia berjalan dari ujung sana, keluar dari kantor guru. Dengan mukanya yang kesal, dia semakin terlihat manis saja. Langkahnya yang tegap pas dengan porsi tinggi badan nya, dia mengacak-acak rambut nya, masih terlihat dengan kesal.

Nyaris saja jantungku lepas dari tempatnya, saat lelaki itu lewat di depan ku. Oh Tuhan, dia bisa membunuhku dengan ketampanan nya. Dia-lah, Eka, kelas 11 SMA satu angkatan dengan ku, anak jurusan IPA, penjaga gawang yang handal, dan prestasinya dalam sepak bola yang tak perlu diragukan lagi.

”Kenape lu?” tanya seorang lelaki yang sedari tadi menunggui Eka keluar dari kantor.

”Tau ah, merah lagi nilai gue” Indra menepukkan buku tulis itu ke punggung temannya. Kalau tak salah nama temannya itu adalah Gio.

”Emang pernah ya nilai loe item? Udah kayak pelangi aja tuh raport lu, hahaha” ledakan tawa dari Gio.

”Sialan, haha” Indra terlihat menginjak kaki temannya, lalu tertawa dan mengulang gayanya yang tadi, ’mengacak rambutnya’.  

Aku masih memperhatikan mereka yang berjalan jauh disana. 
Tuhan... dia benar-benar lelaki. Lelakinya lelaki. Sungguh! Belum lagi ketika dia berdiri didepan gawang dengan kostum kipernya, bernomor punggung satu. Ditambah dengan sarung tangan kiper, dia mengawasi jalannya bola yang mengancam gawang, dengan kedua matanya yang seperti elang. Gila, gila, gila, gila. Sejak kapan aku menjadi pengagum rahasia yang sudah stadium empat seperti ini? Tuhan, aku salah mencintainya, aku salah menyukai nya terlebih dulu. Kodrat ku sebagai wanita adalah menunggu. Akh, Eka, sori.. gue suka sama lo.
hamidah izzatu laily/cuma fiksi belaka hehehe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana menurut anda? What do you think?