15 November 2019

Sunset di Selat Sunda


Source: Dokumen pribadi penulis

Beberapa minggu yang lalu saya dan suami berkesempatan melakukan perjalanan ke pulau sebrang, melalui jalur darat. Dari kota Serang menuju ke Pelabuhan Merak, membutuhkan waktu cukup singkat, kurang lebih satu jam. Kami membeli tiket dengan biaya 15 ribu per orang untuk kapal laut kelas ekonomi.
Perjalanan menyeberang dari Merak ke Bakauheni tidak memakan waktu yang lama, kurang dari 3 jam saja. Kala perahu merapat di tepi daratan Lampung Selatan, mata kami seketika berbinar-binar dan ada gembira yang meletup-letup. Ini menjadi kali kedua bagi saya menyeberang antar pulau menggunakan kapal laut, sebelumnya saya pernah menyeberang dari Jawa ke Bali, pelabuhan Ketapang ke Gilimanuk.
Sangat indah. Tentu saja. Memandang lautan yang kehijauan dan langit yang biru, menyatu begitu padu. Diiringi burung-burung camar yang terbang di sepanjang pantai. Juga segarnya bakau yang berjajar dipinggir pulau pulau kecil. Hampir sempurna.
Tapi sungguh, tidak ada yang benar-benar sempurna. Sebab ini dunia bukan surga. Di balik keindahan pemandangan yang memanjakan mata sepanjang perjalanan, kami hampir lupa bahwa ada banyak pelajaran kehidupan yang berharga.  Kenyataannya, perjalanan Merak Bakauheni tak seindah deskripsi para turis atau pelancong dalam buku-buku travelingnya. Sebab ada peluh yang beradu dengan lelah dalam diri para sopir truk antar pulau itu. Setiap hari hidupnya berkutat pada aspal dan laut. Ia seolah tak bisa mengelak, sebab itu bukan pilihan. Ada pula khawatir dalam diri para penjaja pop mie dan rokok eceran di atas perahu. Ada ketakutan dalam diri para perantau yang hendak pulang ke kampung halamannya, sebab gagal mendapat pekerjaan impian. Tak lupa, ada juga rindu diam-diam menyergap hati para karyawan kantoran yang ngelaju tiap akhir minggu. Rindu bertemu keluarga, rindu memeluk orang tua, istri, anak, atau bahkan cucu.  
Semua beradu menjadi satu, di dalam perahu itu.  Dalam tatapan mata mereka, banyak kisah yang diam tak bersuara. Hanya berlinang-linang seperti kerling air laut, tak hendak ke mana-mana. Foto di atas adalah sekelumit keindahan dari perjalanan beberapa waktu lalu. Tak untuk ditafsirkan apa-apa. Tapi percayalah banyak getir yang tidak tertangkap kamera, tapi dirasakan tiap-tiap penumpang di dalamnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana menurut anda? What do you think?