3 Mei 2017

Belajar Manajemen Waktu dengan Membaca "Menata Kala"

Waktu baru menunjukkan pukul setengah delapan pagi, namun semua urusan domestik di kos-kosan sudah rampung ku kerjakan. Masih ada 2,5 jam lagi menuju kelas pertama hari Kamis ini, kelas Metode Penelitian Komunikasi Kuantitatif. Aku putuskan berangkat saja ke kampus yang jaraknya hanya 2 kilometer dari kos ku. “Lebih baik segera beranjak dari ruang kecil 3x3 meter ini dan berangkat ke kampus, daripada virus malas lebih dulu lengket di mataku hingga membuat kantuk tak tertahan dan imaji mengubah kasur mungilku bak lautan kapas yang siap menenggelamkan dalam empuk dan hangat” pikirku panjang.

Kurekatkan tali tasku, dan kumantapkan langkah kaki.

15 menit kemudian aku sampai di ruang kelas yang masih gelap, rupanya tak ada kelas sebelum pukul 10, sehingga kelas masih belum digunakan sejak pagi. Kunyalakan lampu berikut pendingin ruangan, ya... kita akan selalu sepakat bahwa Jogja lebih “hangat” dari Malang. Itu jelas, hehe.
“Mmm...” aku merapatkan bibir sebentar sambil mengamati seisi tasku setelah sebelumnya aku memilih tempat duduk yang nyaman dan membuka tas. “Yang mana dulu ya?” aku tengah memilih beberapa buku yang kubawa, ada yang tebal berjudul Metode Penelitian Kuantitatif, yang agak tebal berjudul “The Political Economic of Communication” karya Vincent Mosco dan yang paling tipis berjudul “Peran Paradigma dalam Revolusi Sains” karya Thomas Kuhn. Masih berpikir, namun sejenak setelah menggeser-geser isi tas, aku menemukan buku yang dari sampulnya saja sudah membuatku menjatuhkan pilihan dengan segera “Kubaca yang ini saja” bisikku sambil menarik buku berjudul “Menata Kala” karya Khairunnisa Sy dan Novie Ocktavianie. Jujur saja ini pertama kalinya aku membaca tulisan keduanya, dan kelak aku tau bahwa buku bersampul ungu muda itu memanglah buku pertama dari dua orang ini yang diterbitkan secara self publishing! “Menarik” gumamku. Tentu saja aku berani menyimpulkannya menjadi satu kata itu bahkan sebelum selesai membuka lembar kata pengantar, sebab membuat buku memanglah satu impian besarku dulu. Duluuuuu sekali, kala masih berseragam rok biru tua dan berlarian dengan wajah blaster. Ya, blaster kutekankan, bukan blasteran. Sebab anak SMP lebih suka main dibawah terik, sehingga bagian wajahku akan terlihat lebih hitam daripada bagian leher atau dekat telinga yang tertutup jilbab. Hahah! Masa itu... di masa blaster itu, aku punya mimpi besar seperti lahirnya buku dalam genggamanku ini. Namun kenapa aku kini merasa semakin kerdil, mungil, dan terus berusaha menyederhanakan mimpi-mimpi besarku dengan dalih “realistis”.

Aku buka Bab pertama, berjudul “Kala bersama diri sendiri”. Kurapatkan kakiku dan kubenahi posisi duduk agar lebih nyaman. Aku siap berselancar dalam lautan pemikiran kedua penulis ini, berenang ditengah ombak kata yang riuh rendah dan merebah diatas pasir nasihat yang hangat.


Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana menurut anda? What do you think?