Mereka putera-puteri Kehidupan yang rindu kehidupan itu sendiri
Dan meski mereka bersamamu namun mereka bukan milikmu
Sebab mereka punya pikiran sendiri
kata-kata selalu menolak menyempitkan diri di satu makna
Di atas kapal penyeberangan Bakauheni-Merak |
Gambar. Sampul Buku Duo Wartawan Senior, terbitan Tempo Publishing |
Public Speaking adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh para pemimpin dan pembentuk opini publik karena tugas mereka adalah memberikan informasi, mendidik, menghibur serta memberikan kesadaran bagi publik.
Secara empiris, bisa kita pelajari dalam sejarah bahwa semua pemimpin adalah public speaker yang baik. Mereka membaca dan mendengarkan fenomena/permasalahan yang terjadi di masyarakat, mengolahnya serta menjadikannya bahan untuk gagasan yang kemudian disampaikan ke publik. Bisa kita lihat bahwa sejumlah pidato hebat telah mengubah jalannya sejarah dunia, antara lain pidato "I have a dream"-nya Martin Luther King yang akhirnya mendorong gerakan persamaan hak sipil di AS dan dunia.
Menurut sejarahnya, public speaking bisa dilacak awalnya pada tradisi "Retorika" yang tercatata pertama kailinya dalam sejarah Mesopotamia Kuno (circa 2285 S.M.). Hal tersebut berlanjut pada tradisi kaum Sofis di Yunani Kuno di mana pra pemikir tersebut juga ahli merumuskan kata-kata dan menyampaikannya ke publik. Gorgias, Socrates dan Aristroteles membangun dasar tradisi itu.
Selanjutnya, tradisi retorika dikembangkan oleh orator ulung Cicero pada masa Romawi yang merumuskan lima hukum retorika yakni Penemuan (inventio), Pengaturan (dispositio), Gaya (elucutio), Ingatan (memoria) dan Penyampaian (Pronuntiatio). Lebij jauh, tradisi public speaking ini menjadi semacam ciri khas hadirnya pemimppin yang berkualitas, a.l Mahatma Gandhi, John F. Kennedy, Adolf Hitler, Winston Churchill, Soekarno, Charles de Gaulle, Nelson Mandela, dan Barrack Obama,
Semua pemipin tersebut memiliki kemampuan luar biasa dalam mendengarkan serta menyerap fenomena di masyarakat. Bisa kita lihat pada Soekarno yang menemukan kosa kata Marhaen dalam interaksinya dengan seorang petani penggarap di Jawa Barat di masa mudanya. Interaksinya dengan Marhaen tersebut membentuk gagasan Soekarno akan marhaenisme, sebuah pemikiran plotik peduli rakyat kecil.