Ada apa dengan
kenyataan yang beberapa hari ini seolah menjadi mimpi burukku?
Aku terbangun
kemudian aku bergidik ketakutan. Bukan membayangkan yang baru saja kumimpikan
namun ketakutan menatap kenyataan.
Aku seolah
kehilangan sesuatu yang sudah lama menghiasi hidupku, ayah.
Ya, dia memang
ayah tiriku dan dia menikahi ibuku 4 tahun yang lalu. Ternyata waktu empat
tahun terasa amat singkatnya.
Seolah baru
kemarin aku akur, berlapang dada, dan mau ikhlas menerima dia sebagai pengganti
ayahku dirumah ini, namun kenapa ke-akur-an dan suasana hangat yang baru saja
tercipta kini sudah harus hancur lebur berantakan.
Ayah bilang, dia
dan ibu sudah tidak cocok. Lantas? Apa saja yang mereka berdua jalani selama
empat tahun ini? apakah masih kurang dan belum cukup untuk menyamakan ketidak
cocokan itu selama empat tahun? Kurasa semua manusia pasti memiliki ketidak
cocokan dalam hubungannya, tapi benarkah sudah tak bisa disatukan lagi?
”Kak, ibu mau
kerumah sakit lagi, kau tak mau ikut mengantarnya?’ tiba-tiba adik perempuanku
muncul dari balik pintu kamarku, tanpa sebuah ketukan, yang sontok membuatku
kaget dan berjingkat.
”Tidak” kujawab
lirih.
”Tapi ibu minta
kau yang menyopir, ibu tak enak badan” jelas adikku sembari berjalan mengahmpiriku
diatas ranjang.
”Katakan pada
Ibu, aku tidak mau. Sudah keluarlah, aku tak mau diganggu.”
Adikku-pun
berlalu,
Aku memang sedang
merasa sakit hati sekali pada Ibu. Apa dia tak tahu perasaanku? Dia pikir aku robot yang dengan gampangnya mengiyakan maunya yang ini dan
yang itu? Ibu sendiri yang memilih cerai dengan ayah kandungku dulu, hingga
membuat ayah jatuh sakit dan meninggal. Kini, ibuku lagi yang membuat ayah harus
memilih meninggalkan nya. Hanya karena ibuku lebih memilih tetap bekerja di
kantor DPRD ketimbang mengurus rumah, sedang ayah baruku tak suka wanita karier
yang menuhankan pekerjaan dan meninggalkan tugasnya sebagai ibu.
Pemikiran seperti
itu aku setuju, aku sebagai laki-lakipun tak mau kelak punya istri seperti itu.
Tapi yang tak
habis ku pikir, kenapa orang dewasa begitu kekanak-kanakan nya mengakhiri sebuah
hubungan sakral yang diikat dengan ijab kabul atas nama Tuhan? Apakah mereka
tak memikirkan akibatnya? Apakah benar rasa cinta diantara mereka telah pudar
hanya ditelan perbedaan dan keegoisan mempertahankan prinsip dan pandangan
masing-masing? tidakkah ada jalan terang? Sudah habiskan persimpangan yang
menyatukan jalan berbeda itu?
Aku masih
belum bisa menerima ini semua. Aku beradaptasi dengan makhluk bernama ‘ayah
baru’ itu sungguh sulitnya setengah mati, kini kala aku sudah begitu menyayangi
dan mencintai sosok ‘ayah baru’ itu, semua malah berubah dan hilang tak
kumiliki. Siapa yang salah disini? Manusia? Keegoisan? Perbedaan? Atau malah
Tuhan yang telah menciptakan perbedaan dan perpisahan? /hamidah26maret2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana menurut anda? What do you think?