27 Maret 2012

Telah Habis Persimpangan

Ada apa dengan kenyataan yang beberapa hari ini seolah menjadi mimpi burukku?
Aku terbangun kemudian aku bergidik ketakutan. Bukan membayangkan yang baru saja kumimpikan namun ketakutan menatap kenyataan.
Aku seolah kehilangan sesuatu yang sudah lama menghiasi hidupku, ayah.
Ya, dia memang ayah tiriku dan dia menikahi ibuku 4 tahun yang lalu. Ternyata waktu empat tahun terasa amat singkatnya.
Seolah baru kemarin aku akur, berlapang dada, dan mau ikhlas menerima dia sebagai pengganti ayahku dirumah ini, namun kenapa ke-akur-an dan suasana hangat yang baru saja tercipta kini sudah harus hancur lebur berantakan.
Ayah bilang, dia dan ibu sudah tidak cocok. Lantas? Apa saja yang mereka berdua jalani selama empat tahun ini? apakah masih kurang dan belum cukup untuk menyamakan ketidak cocokan itu selama empat tahun? Kurasa semua manusia pasti memiliki ketidak cocokan dalam hubungannya, tapi benarkah sudah tak bisa disatukan lagi?
”Kak, ibu mau kerumah sakit lagi, kau tak mau ikut mengantarnya?’ tiba-tiba adik perempuanku muncul dari balik pintu kamarku, tanpa sebuah ketukan, yang sontok membuatku kaget dan berjingkat.
”Tidak” kujawab lirih.
”Tapi ibu minta kau yang menyopir, ibu tak enak badan” jelas adikku sembari berjalan mengahmpiriku diatas ranjang.
”Katakan pada Ibu, aku tidak mau. Sudah keluarlah, aku tak mau diganggu.”
Adikku-pun berlalu,
Aku memang sedang merasa sakit hati sekali pada Ibu. Apa dia tak tahu perasaanku? Dia pikir aku robot yang dengan gampangnya mengiyakan maunya yang ini dan yang itu? Ibu sendiri yang memilih cerai dengan ayah kandungku dulu, hingga membuat ayah jatuh sakit dan meninggal. Kini, ibuku lagi yang membuat ayah harus memilih meninggalkan nya. Hanya karena ibuku lebih memilih tetap bekerja di kantor DPRD ketimbang mengurus rumah, sedang ayah baruku tak suka wanita karier yang menuhankan pekerjaan dan meninggalkan tugasnya sebagai ibu.
Pemikiran seperti itu aku setuju, aku sebagai laki-lakipun tak mau kelak punya istri seperti itu.
Tapi yang tak habis ku pikir, kenapa orang dewasa begitu kekanak-kanakan nya mengakhiri sebuah hubungan sakral yang diikat dengan ijab kabul atas nama Tuhan? Apakah mereka tak memikirkan akibatnya? Apakah benar rasa cinta diantara mereka telah pudar hanya ditelan perbedaan dan keegoisan mempertahankan prinsip dan pandangan masing-masing? tidakkah ada jalan terang? Sudah habiskan persimpangan yang menyatukan jalan berbeda itu?
Aku masih belum bisa menerima ini semua. Aku beradaptasi dengan makhluk bernama ‘ayah baru’ itu sungguh sulitnya setengah mati, kini kala aku sudah begitu menyayangi dan mencintai sosok ‘ayah baru’ itu, semua malah berubah dan hilang tak kumiliki. Siapa yang salah disini? Manusia? Keegoisan? Perbedaan? Atau malah Tuhan yang telah menciptakan perbedaan dan perpisahan? /hamidah26maret2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana menurut anda? What do you think?